PERUBAHAN ORGANISASI

Pendekatan-Pendekatan Keilmuan


Ilmu komunikasi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner. Disebut demikian karena pendekatan-pendekatan yang dipergunakan berasal dari dan menyangkut berbagai bidang keilmuan (disiplin) lainnya seperti linguistik, sosiologi, psikologi, antropologi, politik, dan ekonomi. Hal ini akan terlihat secara jelas dalam pembahasan mengenai berbagai teori, model, pespektif, dan pendekatan dalam ilmu komunikasi yang akan diuraikan dalam kuliah teori komunikasi. Sifat “kemultidisiplinan” ini tidak dapat dihindari karena objek pengamatan dalam ilmu komunikasi sangat luas dan kompleks, menyangkut berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik dari kehidupan manusia.
Sebelum sampai pada pembahasan tentang berbagai teori dan model dalam ilmu komunikasi, ada baiknya apabila kita terlebih dahulu membahas mengenai pendekatan-pendekatan atau pandangan-pandangan dalam keilmuan yang berlaku di kalangan masyarakat akademis. Hal ini penting karena pandangan-pandangan tersebut merupakan kerangka dasar dari berbagai teori dan model yang ada dalam ilmu komunikasi.
Dalam masyarakat akademis terdapat beberapa pandangan atau pendekatan keilmuan. Pandangan ini penting karena pandangan itu merupakan kerangka dasar dari berbagai teori dan model dalam ilmu komunikasi. Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication, mengemukakan bahwa masyarakat ilmiah menurut cara pandang dan objek pokok pengamatannya dapat dibagi dalam 3 kelompok/aliran pendekatan :

1.    Pendekatan scientific (ilmiah-empiris)
2.    Pendekatan humanistic (humaniora-interpretatif)
3.    Pendekatan social sciences (ilmu-ilmu sosial)


Pandangan scientific, mengemukakan bahwa ilmu diasosiasikan dengan objektivitas

 yaitu  yang menekankan prinsip standarisasi observasi dan konsistensi. Landasan filosophisnya adalah, dunia ini pada dasarnya mempunyai bentuk dan struktur. Umumnya padandangan ini dianut oleh para ahli ilmu eksakta seperti fisika, biologi, kedokteran, matematika dan lain-lain. Ciri utama pandangan ini adalah pemisahan yang tegas antara known (objek atau  hal yang ingin diketahui dan diteliti) dan knower (subjek pelaku atau pengamat). Metode yang sering digunakan adalah metode eksperimen. Tujuan penelitiannya diarahkan pada upaya mengukur ada atau tidaknya pengaruh atau hubungan sebab akibat diantara dua variabel atau lebih dengan mengontrol pengaruh variabel lain.

Sebagai contoh : Lima ekor tikus diberikan suntikan X, sementara lima ekor tikus lainnya (yang mempunyai ciri yang sama) tidak. Setelah kurun waktu tertentu (misalnya setelah 1 bulan, 3 bulan, dan seterusnya), dibandingkan ada tidaknya perbedaan di antara kedua kelompok lima ekor tikus tersebut. Kalau ternyata terdapat perbedaan, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan tersebut terjadi karena pengaruh dari suntikan X tersebut.

            Pendekatan humanistic mengasosiasikan ilmu dengan prinsip subjektivitas.
Dalam konteks ilmu-ilmu sosial, salah satu bentuk metode penelitian yang lazim dipergunakan dari aliran “humanistic” ini adalah “partisipasi observasi”. Melalui metode ini, si peneliti dalam mengamati sikap dan perilaku dari orang-orang yang ditelitinya membaur dan melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan dari orang-orang yang ditelitinya. Misalnya, bergaul, tinggal di rumah orang-orang tersebut, serta ikut serta dalam aktivitas sehari-hari mereka dalam kurun waktu tertentu (1 minggu, 1 bulan, dan seterusnya). Interpretasi atas sikap dan perilaku dari orang-orang yang ditelitinya, tidak hanya didasarkan atas informasi yang diperoleh melalui hasil wawancara atau tanya-jawab dengan orang-orang yang ditelitinya, tetapi juga atas dasar pengamatan langsung dan pengalaman berinteraksi dengan mereka.

Pandangan klasik dari aliran “humanistic” adalah bahwa cara pandang seseorang tentang sesuatu hal akan menentukan penggambaran dan uraiannya tentang hal tersebut. Karena sifatnya yang subjektif dan interpretatif, maka pendekatan aliran “humanistic” ini lazimnya cocok diterapkan untuk mengkaji persoalan-persoalan yang menyangkut sistem nilai, kesenian, kebudayaan, sejarah dan pengalaman pribadi.

Terdapat beberapa perbedaan pokok antara kedua pandangan ini :

Scientific :
1.    Ilmu bertujuan untuk menstandarisasikan obsservasasi.
2.    Tujuan ilmu adalah mengurangi perbedaan-perbedaan pandangan tentang hasil pengamatan.
3.    Memandang ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang berada disana (out there), di luat diri pengamat/peneliti.
4.    Memfokuskan perhatiannya pada dunia hasil penemuan (discovered world).
5.    Berupaya memperoleh konsensus.
6.    Membuat pemisahan yang tegas antara known dan knower.


Humanistic :

1.    Mengutamakan kreatifitas individual.
2.    Bertujuan untuk memahami tanggapan dan hasil temuan subjektif individual.
3.    Memandang ilmu pengetahuan  sebagai sesuatu yang berada di sini (in here), dalam arti berada dalam diri (pemikiran, interpretasi) pengamat/peneliti.
4.    Memfokuskan perhatiannya pada dunia para penemunya (discovering person).
5.    Mengutamakan interpretasi-interpretasi alternatif.
7.    Cenderung tidak membuat pemisahan  antara known dan knower.

Pendekatan social sciences, pada dasarnya merupakan gabungan atau kombinasi  dari pendekatan aliran scientific dan humanistic. Digunakannya kedua aliran ini oleh pendekatan ilmu sosial karena objek studi ilmu pnegetahuan sosial adalah kehidupan manusia yang memerlukan pengamatan yang cermat dan akurat. Dengan demikian pengamatan harus  seobjektif mungkin agar hasilnya dapat  berlaku umum dan tidak bersifat khusus. Mereka harus mampu mencapai kesepakatan/konsensus walaupun sifatnya relatif dalam arti dibatasi oleh faktor waktu, situasi dan kondisi tertentu. Selain itu ilmu pengetahuan sosial mengutamakan faktor  penjelasan dan interpretasi karena manusia itu manusia yang aktif dan memiliki daya pikir, berpengetahuan dan memegang prinsip dan nilai-nilai tertentu serta tindakannya dapat berubah sewaktu-waktu. Ilmu pengetahuan sosial memerlukan interpretasi objektif terhadap perilaku manusia guna menangkap makna dari tingkah laku tersebut. Seringkali perbuatan seseorang semu dalam arti tidak mencerminkan  keinginan hati sebenarnya dari orang tersebut.

Interpretasi dan penjelasan juga diperlukan karena meskipun berdasarkan ciri-ciri biologis, sosial, atau ciri-ciri lainnya manusia dapat dibagi dalam  beberapa kelompok dengan kategori-kategori tertentu, tidak berarti bahwa masing-masing baik secara individual ataupun kelompok akan mempunyai persamaan dalam hal sikap dan perilakunya. Umpamanya: 3 orang (si A, si B dan si C) semuanya memiliki beberapa karakteristik individual yang sama yakni semuanya wanita, semuanya bekerja sebagai guru sekolah dasar, dan semuanya berpendidikan tamatan SLTA. Namun demikian, ketiga orang tersebut boleh jadi masing-masing akan mempunyai perbedaan satu sama lainnya mengenai sikap dan perilakunya tentang suatu hal.

Bidang kajian ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu pengetahuan sosial, pada dasarnya difokuskan pada pemahaman tentang bagaimana tingkah laku manusia dalam menciptakan, mempertukarkan dan menginterpretasikan pesan-pesan untuk tujuan tertentu.


            Perkembangan selanjutnya, pendekatan ilmu pengetahuan sosial secara umum terbagi dalam dua kubu: ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral science) dan ilmu pengetahuan sosial (social sciences). Kubu pertama umumnya menekankan pengkajian pada tingkah laku individual manusia, sedangkan kubu kedua pada interakasi antar manusia. Perbedaan pada kedua kubu itu pada dasarnya hanya menyangkut aspek permasalahan yang diamati sedangkan metode pengamatannya relatif sama.

            Bidang kajian ilmu komunikasi sebagai bagian dari ilmu sosial pada dasarnya difokuskan pada pemahaman tentang bagaimana tingkah laku manusia dalam menciptakan, mempertukarkan dan menginterpretasikan pesan-pesan untuk tujuan tertentu. Namun dengan adanya dua pendekatan (scientific dan humanistic) yang diterapkan, maka muncul dua kelompok masyarakat ilmuwan komunikasi. Ada yang menerapkan pendekatan scientific seperti para ahli di bidang komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi dan sebagainya. Dipihak lain ada yang menerapkan aliran pendekatan humanistic, misalnya para akhli komunikasi ujaran (speech communication). Pengelompokkan seperti ini, sekarang tidak jelas lagi, karena dalam prakteknya kalangan ilmuwan komunikasi interpersonal banyak juga menerapkan pendekatan humanistic, begitu juga dengan kalangan akhli komunikasi ujaran, seringkali menerapkan pendekatan scientific.

Perspektif Teori Komunikasi


Ø  Persfektif Stephen W. Littlejohn

                Littlejohn mengatakan, Ada lima jenis teori dalam kelompok teori-teori umum, namun dimanfaatkan secara efektif dalam kancah-kancah komunikasi, yaitu:
1.  teori Fungsional dan structural
2.  teori Behavioral dan cognitive
3.  teori Konvensional dan interaksional
4.  teori Penafsiran
5.  teori Kritis dan interpretatif.
               
1.             Teori-teori Fungsional dan Struktural
                Teori ini menjelaskan kategori-kategori umum dan hubungan di antara variable-variabel dalam berbagai macam sistem. Teori-teori struktual memandang komunikasi sebagai proses dimana didalamnya individu-individu menggunakan bahasa untuk menyampaikan makna pada individu lainnya. Selain itu, bahasa dan system simbol yang digunakan dalam sistem komunikasi mempunyai dunia sendiri, tepisah dari orang yang menggunakannya. Yang termaksud dalam kelompok ini adalah teori-teori mengenai bahasa dan tanda-tanda, semiotic, teori struktur bahasa, teori komunikasi non verbal dan discourse theory.
                Beberapa teori ini lemah dalam menggunakan nada dan warna dari peristiwa-peristiwa individual dan pengalaman-pengalaman khusus manusia. Contohnya teori fungsional dalam organisasi dapat mengidentifikasikan secara umum akibat dari sejumlah gaya pengelolaan seorang manajer dalam produktifitas kerja. Teori ini tidak membatu anda memahami perasaan karyawan (pekerja individu) tentang atasannya (manajernya) yang mungkin saja dirasakan oleh karyawan tersebut dan bagaimana cara manajer berinteraksi dengan karyawannya.
    
·         Ciri dan jenis teori ini dibangun berdsarkan asumsi dasar teori, yaitu:
(1) masyarakat adalah organisme kehidupan;
(2) masyarakat memiliki sub-subsistem kehidupan;
(3) masing-masing subsistem memiliki fungsi yang berbeda;
(4) fungsi-fungsi subsistem saling memberi kontribusi kepada subsistem lainnya; dan
(5) setiap fungsi akan terstruktur dalam masyarakat berdasarkan fungsi masing-masing.
Meskipun pendekatan fungsional dan struktural ini sering kali dikombinasikan, namun masing-masing mempunyai titik penekanan yang berbeda. Pendekatan srukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Pendekatan fungsionalisme berasal dari biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara pengorganisasian dan mempertahankan sistem. Apabila ditelaah, kedua pendekatan ini sama-sama mempunyai penekanan yang sama yakni tentang sistem sebagai struktur yang berfungsi.
Menurut Littlejohn (1996: 14), kedua pendekatan ini juga memiliki beberapa persamaan karakteristik sebagai berikut:
a.             Baik pendekatan strukturalisme maupun pendekatan fungsionalisme, keduanya sama-sama lebih mementingkan synchrony (stabilitas dalam kurun waktu tertentu) dari pada diachrony (perubahan dalam kurun waktu tertentu).
b.             Kedua pendekatan sama-sama mempunyai kecenderungan memusatkan perhatiannya pada akibat-akibat yang tidak diinginkan (unintended consequences) daripada hasil-hasil yang sesuai tujuan. Kalangan strukturalis tidak memercayai konsep-konsep ‘subjektivitas’ dan ‘kesadaran’. Bagi mereka yang diamati terutama sekali adalah faktor-faktor yang bearada di luar kontrol dan kesadaran manusia.
c.             Kedua pendekatan sama-sama mempunyai kepercayaan bahwa realitas itu pada dasarnya objektif dan independen (bebas). Oleh karena itu, pengetahuan, menurut pandangan ini, dapat ditemukan melalui ,metode pengamatan (observasi) empiris yang cermat.
d.            Pendekatan strukturalisme dan fungsionalisme juga sama-sama bersifat dualistik, karena keduanya memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran-pemikiran dan objek-objek yang disimbolkan dalam komunikasi. Menurut pandangan ini, dunia hadir karena dirinya sendiri, sementara bahasa hanyalah alat untuk mempresentasikan apa yang telah ada.
e.             Kedua pendekatan juga sama-sama memegang prinsip the corrrespondence theory of truth (teori kebenaran yang sesuai). Menurut teori ini bahasa harus sesuai dengan realitas. Simbol-simbol harus memprestasikan sesuatu secara akurat.

v Pengkategorian
Teori Fungsional dan Struktural dalam Perspektif Little John termaksud dalam kategori Konstruktivis. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut memandang komunikasi sebagai proses dimana didalamnya individu-individu menggunakan bahasa untuk menyampaikan makna pada individu lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori ini berusaha untuk memahami suatu interaksi dengan menggunakan bahasa yang mereka saling pahami antara satu dan lainnya sehingga terjadi suatu proses komunikasi yang mereka kehendaki. Kemudian dalam teori ini juga jelas terlihat bahwa adanya suatu relaitas yang dibentuk dalam komunikasi, yaitu bahasa atau symbol yang mereka gunakan sesuai dengan kebutuhan atau pengalaman mereka, dengan begitu mereka bisa berinteraksi dengan baik.
2.     Teori-teori Behavioral dan Kognitif
                Teori behavioral dan kognitif merupakan gabungan dari dua tradisi yang berbeda. Asumsinya tentang hakikat dan cara menemukan pengetahuan juga sama dengan aliran strukturalis dan fungsional. Perbedaan utama antara aliran behavioral dan kognitif dengan aliran strukturalis dan fungsional hanya terletak pada fokus pengamatan serta sejarahnya.
                Dalam teori behavioral kognitif, komunikasi dipahami dalam term pemikiran individual manusia dengan kata lain komunikasi dipandang sebagai manifestasi dan tingkah laku, proses berfikir dan “fungsi boi-neural” dari individu. Oleh karenanya, variable-variabel penentu yang memegang peranan penting terhadap sarana kognisi seseorang (termaksud bahasa) berada di luar control atau kesadaran tersebut. Yang termaksud dalam kelompok ini adalah teori-teori pembentukan pesan, constructivism theory, serta teori-teori penerimaan dan pengelolahan pesan, seperti teori atribusi, kognitif disonansi, dan teori konsistensi.
Teori-teori behavioral dan kognitif juga mengutamakan analisis variabel (variable-analytic). Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya mengidentifikasikan variabel-variabel kognitif yang dianggap penting, serta mencari hubungan korelasi di antara variabel. Analisi ini juga menguraikan tentang cara-cara bagaimana variabel-variabel proses kognitif dan informasi menyebabkan atau menghasilkan tingkah laku tertentu.

v Pengkategorian
Teori Behavioral dan Kognitif dalam Perspektif Little John termaksud dalam kategori Konstruktivis. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa komunikasi dipahami dalam term pemikiran individual manusia dengan kata lain komunikasi dipandang sebagai manifestasi dan tingkah laku, proses berfikir dan “fungsi boi-neural” dari individu. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa teori ini di bentuk oleh realitas yang di pahami oleh masing-masing individu. Tingkah laku yang ataupun pemikiran yang ada dalam individu hanya berusaha untuk dipahami tanpa bertanya lebih dalam akan sebab dan akibatnya. Kemudian proses berfikir dalam teori ini merupakan hasil konstruksi dari lingkungan yang membentuk pola kehidupan mereka.

3. Teori Konvensional dan Interaksional
Teori ini berpandangan bahwa kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini bahasa dan simbol-simbol. Komunikasi, menurut teori ini, dianggap sebagai alat perekat masyarakat (the glue of society). Kelompok teori ini berkembang dari aliran pendekatan ‘interaksionisme simbolis’ (symbolic interactionism) sosiologi dan filsafat bahasa ordiner.
Bagi kalangan pendukung teori-teori ini, pengetahuan dapat ditemukan melalui metode interpretasi. Berbeda dengan teori-teori strukturalis yang memandang struktur sosial sebagai penentu, teori-teori interaksional  dan konvensional melihat struktur sosial sebagi produk dari interaksi. Fokus pengamatan teori-teori ini tidak terhadap struktur, tetapi tentang bagaimana bahasa dipergunakan untuk membentuk struktur sosial serta bagaimana bahasa dann simbol-simbol lainnya direproduksi, dipelihara, serta diubah dalam penggunaannya.
Makna, menurut pandangan kelompok teori ini, tidak merupakan suatu kesatuan objektif yang ditransfer melalui komunikasi, tetapi merupakan suatu kesatuan objektif yang ditransfer melalui komunikasi, tetapi muncul dari dan diciptakan melalui interaksi. Dengan kata lain, makna merupakan produk dan interaksi. Menurut teori-teori interaksional dan konvensional, makna pada dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh dari interaksi. Oleh karena itu, makna dapat berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke konteks, serta dari satu kelompok sosial ke kelompok lainnya. Dengan demikian, sifat objektivitas dari makna adalah relatif dan temporer.
Teori interaksionis di buat untuk menemukan proses sosial dan untuk memperlihatkan bagaimana perilaku di pengaruhi oleh norma-norma dan aturan-aturan kelompok. Teori ini juga menunjukkan bagaimana komunikasi dapat mengubah konvensi social.
Menurut teori-teori ini komunikasi dianggap sebagai alat perekat masyarakat, di mana bahasa dipergunakan untuk membentuk struktur social dan bagaimana bahasa serta symbol-simbol lainnya di reproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaanya. Kekeuatan dari teori ini adalah penggambaran dan penjelasan tentang dinamisme dan hubungan antar pribadi. Kekuatan lainnya adalah dalam mengekspresikan cara orang dan kelompok berubah dari satu situasi ke situasi lain, dan dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya.
Akan tetapi teori ini lemah dalam mengungkapkan struktur kehidupan manusia yang ditemukan dalam berbagai situasi. Contohnya, teori interaksional bisa memperlihatkan bagaimana konsep diri anda sendiri berubah dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya, tergantung dari nilai-nilai dan aturan-aturan kelompok di mana anda berada. Tetapi teori ini tidak dapat membantu anda dalam memahami karakter kepribadian anda yang abadi. Teori-teori yang termaksud dalam kelompok ini antara lain, teori mengenai realitas social dan budaya, teori relatifitas linguistic safir, teori-teori simbolik interaksionisme dari Blumer dan Mead.  

v Pengkategorian
Teori Konvensional dan Interaksional dalam Perspektif Little John termaksud dalam kategori Konstruktivis. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa teori interaksional dan konvensional, pada dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh dari interaksi. Oleh karena itu, makna dapat berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke konteks, serta dari satu kelompok sosial ke kelompok lainnya. Dengan demikian, sifat objektivitas dari makna adalah relatif dan temporer.
Teori interaksionis di buat untuk menemukan proses sosial dan untuk memperlihatkan bagaimana perilaku di pengaruhi oleh norma-norma dan aturan-aturan kelompok. Teori ini juga menunjukkan bagaimana komunikasi dapat mengubah konvensi social. Dari makna tersnut dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam teori ini masuk dalam kategori konstruktivis karena adanya suatu realitas yang dibentuk oleh kelompok social untuk memperlihatkan bagaimana perilaku di pengaruhi oleh norma-norma atau aturan dalam kelompok social tersebut. Suatu realitas yang berusaha di pahami oleh kelompok social bahwa mereka harus mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku tanpa bertanya lebih dalam sebab dan akibat dari peraturan ataupun norma yang dientuk tersebut untuk kelompok dalam kehidupan social mereka.

4. Teori-teori Kritis
Teori kekritisan menekankan nilai-nilai atau keinginan untuk menilai atau mengkritik peristiwa-peristiwa, situasi-situasi dan institusi-institusi. Teori-teori kritis memusatkan perhatian pada konflik kepentingan dalam masyarakat dan bagaimana komunikasi mengabdikan dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Yang termaksud dalam kelompok ini adalah teori Marxist, Habermas, dan Cultural Feminist Theory.
Beberapa teori dapat menjadi agen perubahan yang kuat dimana aliran yang lainnya tidak. Tetapi teori penafsiran dan teori kekritisan tidak sesuai dalam membuat pernyataan ilmiah tentang hokum yang berlaku dan mengatur hubungan antar manusia. Contohnya teori kekritisan bisa membatu seorang peneliti menganalisa cara berbicara dari beberapa kelompok dan mengungkapkan pengaruhnya dalam menekan kelompok lain dalam suatu masyarakat yang luas. Beberapa teori juga berkesimpulan tentang perubahan institusi yang diperlukan untuk mengurang dan menghapuskan tekanan. Di lain pihak, teori ini tidak memberitahukan kita tentang proses umum persuasi dan bagaimana hal itu bekerja.
Meskipun ada beberapa perbedaan di antara teori-teori yang termasuk dalam kelompok ini, namun terdapat dua karakteristik umum. Pertama, penekanan terhadap peran subjektivitas yang sidasarkan pada pengalaman individual. Kedua, makna atau meaning merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman dipandang sebagai meaning centered atau dasar pemahaman makna. Dengan memahami makna dari suatu pengalaman, seseorang menjadi sadar akan kehidupan dirinya. Dalam hal ini bahasa menjadi konsep sentral karena bahasa dipandang sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia. Di samping persamaan umum, juga terdapat perbedaan yang mendasar antara teori-teori kritis dalam hal pendekatannya
v Pengkategorian
Teori Kritis dalam Perspektif Little John termaksud dalam kategori Kritis. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa teori kekritisan bisa membatu seorang peneliti menganalisa cara berbicara dari beberapa kelompok dan mengungkapkan pengaruhnya dalam menekan kelompok lain dalam suatu masyarakat yang luas. Beberapa teori juga berkesimpulan tentang perubahan institusi yang diperlukan untuk mengurang dan menghapuskan tekanan. Dapat dilihat bahwa teori ini melihat sesuatu berdasarkan sejarah dan berusaha memberdayakan yang tertindas sehingga tidak ditindas atau di dominasi lagi oleh pihak yang lebih kuat. Kemudian dalam teori ini juga ada suatu penekanan terhadap peran subjektivitas yang didasarkan pada pengalaman individual. Sehingga memandang sesuatu berdasarkan pihak yang tertindas dan bertujuan untuk menghilangkan dominasi dari yang kuat ke yang lemah.

5.  Interpretatif
Teori-teori interpretif mencoba mengungkapkan makna dalam tindakan dan teks. Teori-teori ini menguraikan proses terjadinya pemahaman. Tujuan interpretasi adalah untuk mengungkapkan bagaimana cara orang-orang secara actual memahami pengalaman mereka. Teori ini memiliki kekuatan dalam mengungkapkan hakikat dari pengalaman individu dan struktur social.
Teori ini menganggap bahasa sebagai pusat dari pengalaman dan percaya bahwa menciptakan dunia makna tempat orang hidup didalamnya dan memahami semua pengalaman karenanya. Yang termaksud dalam kelompok ini antara lain teori-teori interpretasi studi fenomenologi, hermeneutika, interpretasi budaya, interpretasi tekstual dan etnografi komunikasi.  
Pendekatan teori interpretatif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolut tentang fenomena yang diamatai. Pengamatan (observation) menurut teori interpretatif, hanyalah sesuatu yang bersifat tertatif dan relatif. Sementara teori-teori kritis (critical theories) lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan absolut, preskriptif, dan juga politis sifatnya.

v Pengkategorian
Teori Interpretatif dalam Perspektif Little John termaksud dalam kategori Konstruktivis. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa teori interpretif mencoba mengungkapkan makna dalam tindakan dan teks. Teori-teori ini menguraikan proses terjadinya pemahaman. Tujuan interpretasi adalah untuk mengungkapkan bagaimana cara orang-orang secara actual memahami pengalaman mereka. Teori ini memiliki kekuatan dalam mengungkapkan hakikat dari pengalaman individu dan struktur social. Dalam terori ini sudah sangat jelas masuk dalam kategori konstruktivis karena adanya suatu proses untuk memahami suatu proses terjadinya bagaimana orang-orang mencoba paham akan pengalaman meraka tanpa bertanya lebih dalam sebab dan akibatnya. Dengan demikian, adanya suatu realitas yang dibentuk oleh setiap individu dalam tindakannya untuk mengungkapkan makna yang ada.

Ø  Perspektif Infante

1.       Covering Law Perspective (Pendekatan Hukum/Law Approach)
Prediksi adalah karakter penting dari perspektif hukum liputan dalam human communication. Perspektif hukum liputan banyak digunakan pada bidang pemasaran dan peiklanan. Faktor penting dari perspektif hukum liputan adalah generalizability of law like statements. Salah satu penelitian yang mencoba menguak tabir human communication dengan berdasarkan perspektif hukum liputan adalah penelitian mengenai pengaruh persuasi dari suatu pesan, yang dilakukan oleh Carl I Hovland, Janis dan Kelley di Universitas Yale pada tahun 1953.
Kelebihan perspektif hokum liputan adalah pertama, membantu kita membuat prediksi tentang perilaku human communication. Pendekatan hokum liputan pada komunikasi telah banyak mengungkap hubungan sebab diantara variable-variabel komunikasi.  Kedua, telah banyak teori komunikasi yang diperkuat dengan hadirnya perspektif hokum liputan.
Konsep utama dari perspektif ini adalah mengenai kausalitas atau hubungan sebab akibat. Menurut perspektif ini, kita akan bisa memahami tentang perilaku komunikasi manusia apabila kita mampu faktor antesenden (faktor pendahulu) yang nantinya akan menyebabkan konsekuensi-konsekuensi tertentu sebagai efeknya. Pendekatan hukum ini (law approach) ini menegaskan tentang hubungan sebab akibat, seperti yang barusan di sebutkan di atas. Orang-orang berkomunikasi dengan seperti adanya disebabkan adanya kondisi yang mendahului perilaku komunikasi mereka, yang membuat mereka merespon pesan dengan cara-cara tertentu.
Covering Law memandang fenomena komunikasi seperti fenomena alam, yang mana terdapat hukum pasti yang menaunginya. Seperti contoh, hukum alam, gravitasi. Hukum alam gravitasi adalah hukum yang pasti di bumi ini. Siapapun dia, orang jahat orang baik, dia pasti jatuh ke bawah mengikuti hukum gravitasi. Terdapat sesuatu yang mutlak pada hukum ini.
Begitu juga dengan covering law, disebutkan apabila kita sudah berhasil menemukan muasal dari suatu peristiwa komunikasi, maka dapat dipastikan kita bisa membuat kembali peristiwa itu dengan menimbulkan muasal yang sama, karena kita bisa melakukan prediksi, dan karenanya kita bisa berupaya untuk mengontrol lingkungan sekitar kita.Sama halnya dengan hukum alam, pada perspektif ini pun berlaku generalisasi, yang artinya, if the law-like generalization holds true for one group of people, then it should also hold true for many different groups of people as well.

Perspektif hukum ini fokus pada teori sebagai perangkat peraturan, untuk meramal respon komunikasi.
(1) kita dapat melihat, menyentuh, mencium, atau mendengar hal itu; atau
(2) kita dapat menemukannya melalui beberapa bentuk asal usul logika.
Peneliti hukum percaya bahwa mayoritas tingkah laku manusia dipengaruhi oleh peristiwa yang lampau atau stimuli sebelumnya. Pemahaman peristiwa itu dan stimuli adalah jalan yang terbaik untuk meramalkan perilaku. Hubungan sebab akibat antar variabel komunikasi.
+ manusia itu pasif
+ menganggap manusia itu reaktif (baru bereaksi kalau ada stimulus)
+ menganggap manusia itu tidak berpikir

v Pengkategorian
Covering Law Perspective dalam Perspektif Ifante termaksud dalam kategori Positive. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa Konsep utama dari perspektif ini adalah mengenai kausalitas atau hubungan sebab akibat. Menurut perspektif ini, kita akan bisa memahami tentang perilaku komunikasi manusia apabila kita mampu faktor antesenden (faktor pendahulu) yang nantinya akan menyebabkan konsekuensi-konsekuensi tertentu sebagai efeknya. Pendekatan hukum ini (law approach) ini menegaskan tentang hubungan sebab akibat, seperti yang barusan di sebutkan di atas. Orang-orang berkomunikasi dengan seperti adanya disebabkan adanya kondisi yang mendahului perilaku komunikasi mereka, yang membuat mereka merespon pesan dengan cara-cara tertentu.

2.       Human Action Perpective (Pendekatan Aturan/Rule Approach)
Perspektif human action lebih menyukai membagi objek penelitiannya berdasarkan bagaimana penafsiran individu terhadap pesan. Seorang sosiolog bernama Schutz (1967), mengatakan bahwa perilaku manusia dapat diterangkan dalam dua tipe motif, yaitu a because motives and in-order-to-motives.  in-order-to-motives berkaitan dengan keberhasilan yang anda harapkan terjadi di masa depan. Sedangkan a because motives adalah sebuah alasan atas tindakan yang di dasarkan pada kejadian di masa lalu.
Perpektif human action menekankan pentingnya keberhasilan di masa depan. Intinya perspektif ini menganggap manusia proaktif dalam memilih tindakannya untuk mencapai keberhasilan. Para peneliti human action tidak mengingkari pengaruh dari pengalaman di masa lalu tetapi mengakui bahwa pengaruh keberhasilan di masa depan lebih kuat. Perilaku anda tidak berdasarkan realitas yang absolute, tetapi pada persepsi anda akan realita. Kunci dari pemahaman yang ingin di peroleh para peneliti human action adalah mencoba memahami realitas subyektif orang untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku mereka.
Kelebihan perspektif human action adalah pertama, cara pandang perspektif human action yang menganggap manusia sebagai pemilih yang menentukan pilihan lebih tepat untuk studi human communication. Banyak peneliti dan orang-orang yang mempelajari komunikasi tertarik pada perspektif human action disebabkan karena perspektif human action memberikan tempat untuk pilihan dan penafsiran individu. Kedua, teori yang dikembangkan melalui perspektif human action secara khusus sangat berguna untuk memahami bagaimana komunikasi mengambil peranan pada saat ini. 
Pengikut dari pendekatan aturan atau human action ini percaya bahwa kebenaran yang sesungguhnya berasal dari pengalaman yang subjektif, artinya bahwa kebenaran itu tergantung dari masing-masing individu. Dalam rangka memahami peristiwa komunikasi, kita harus memahami perspesi individu tentang peristiwa tersebut, bukan hanya peristiwanya saja.
Cara memahami kebenaran oleh Perspektif human action adalah melalui pemahaman tentang pengalaman subjektif dari tindakan orang dalam sebuah situasi. Ahli teori human action akan mencoba memahami perilaku komunikasi seperti yang dialami oleh anggota audiens, yang diasumsikan memiliki keinginan tertentu, atau makhluk yang penuh tujuan daripada sekadar reaktor terhadap stimulus atau peristiwa. Setelah itu ahli teori ini akan membuat prediksi untuk orang-orang yang sudah menginterpretasikan pesan-pesan dalam cara-cara tertentu.

Perspektif tindakan manusia, fokusnya arti /maksud ‘the why’ mengapa suatu tindakan komunikasi terjadi. Human is different with other natural being (eksakta). Dalam rangka memahami suatu peristiwa komunikasi, kamu harus memahami persepsi individu itu menyangkut  peristiwa itu, tidak hanya peristiwa itu sendiri. kenyataan alami yang benar terdapat di pola teladan reguler yang terjadi secara alami.
+ manusia bertindak karena memiliki kemampuan untuk memilih
+ menganggap manusia itu proaktif
+ perilaku manusia merupakan hasil pemaknaan terhadap objek

v Pengkategorian
Human Action Perpective (Pendekatan Aturan/Rule Approach) dalam Perspektif Ifante termaksud dalam kategori Konstruktivis. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa Perpektif human action menekankan pentingnya keberhasilan di masa depan. Intinya perspektif ini menganggap manusia proaktif dalam memilih tindakannya untuk mencapai keberhasilan. Para peneliti human action tidak mengingkari pengaruh dari pengalaman di masa lalu tetapi mengakui bahwa pengaruh keberhasilan di masa depan lebih kuat. Perilaku anda tidak berdasarkan realitas yang absolute, tetapi pada persepsi anda akan realita. Kunci dari pemahaman yang ingin di peroleh para peneliti human action adalah mencoba memahami realitas subyektif orang untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku mereka. Kelebihan perspektif human action adalah cara pandang perspektif human action yang menganggap manusia sebagai pemilih yang menentukan pilihan lebih tepat untuk studi human communication. Banyak peneliti dan orang-orang yang mempelajari komunikasi tertarik pada perspektif human action disebabkan karena perspektif human action memberikan tempat untuk pilihan dan penafsiran individu.

3.       System Perspective
Kontribusi teori system adalah sebuah konsep yang membantu untuk mengerti komunikasi sebagai proses yang terpadu, bukan sebagai proses yeng terpisah. Sebuah system adalah sebuah set unit yang interdepedensi dan bekerja bersama-sama untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah-ubah. Sebuah system adalah bersifat hierarkis, system dapat dipecah-pecah menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut subsystem. Atau digabungkan dengan sistem-sistem lainnya menjadi system yang lebih besar, yang disebut suprasistem.
Kelebihan perspektif system adalah pertama, pendekatan system bersifat fleksibel dan merupakan perspektif yang terbuka untuk mempelajari human communication. Teori system memberikan nafas baru bagi perspektif hukum liputan dan perspektif human communication. Kedua, pendekatan system digunakan untuk mempelajari semua factor yang terlibat sendiri dan dalam interkasi.  
Teori sistem nampaknya berbeda dengan pespektif hukum dan human action, yang ahli-ahli teorinya tidak menentukan way of knowing dengan cara-cara tertentu. Sebuah sistem bisa digabungkan dengan hukum, atau dengan aturan, atau dihubungkan dengan keduanya. Kontribusi dari teori sistem ini merupakan serangkaian konsep yang membantu kita untuk memahami komunikasi sebagai proses yang terintegrasi, bukan sebagai peristiwa yang terpisah.
Teori sistem ini, merupakan penggabungan dari dua perspektif di atas. Artinya, ia memandang proses komunikasi itu bukan semata suatu peristiwa yang terpisah komponen-komponennya, melainkan sebuah proses yang terintegrasi. Artinya, suatu peristiwa komunikasi itu senantiasa melibatkan komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain.
Apabila covering law memahami komunikasi dari hubungan sebab akibatnya, atau dengan kata lain, segala sesuatu itu baru bisa dipahami apabila ada sebabnya atau faktor antesendennya (faktor pendahulu). Sedangkan human action berkata bahwa cara memahaminya lewat apa yang dipersepsi oleh individu, maka perspektif sistem, menggabungkan keduanya sebagai komponen (sub-sistem) yang saling mempengaruhi satu sama lain, yang menjadi faktor penentu dari individu untuk nantinya bertindak. Selain, faktor penyebab (yang mungkin termasuk di antaranya stimulus masa lalu, atau kebiasaan) dan persepsi individu, mungkin saja keadaan lingkungan, noise, keadaan fisiologis peserta komunikasi, menjadi komponen lainnya yang turut andil dalam entitas event komunikasi secara integral atau keseluruhan.
Perspektif Sistem dalam komunikasi adalah kompleks, mencerminkan komunikasi yang rumit secara alami. Fokus penelitian kepada hubungan dan interaksi dari tiap individu dengan yang lainnya sebagai bagian dari sistem dan dengan lingkungan. Kontribusi teori sistem adalah satu set konsep yang membantu kita untuk memahami komunikasi sebagai suatu proses terintegrasi, bukan sebagai suatu peristiwa terisolasi.
1.       sistem adalah suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian, element-element, unsur-unsur, yang masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri.
2.       Sistem berada secara tetap dalam lingkungan yang berubah
3.       Sistem hadir sebagai reaksi atas lingkungan
4.       Sistem merupakan koordinasi dan hierarki.

v Pengkategorian
System Perspective dalam Perspektif Ifante termaksud dalam kategori Konstruktivis. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa Kontribusi dari teori sistem ini merupakan serangkaian konsep yang membantu kita untuk memahami komunikasi sebagai proses yang terintegrasi, bukan sebagai peristiwa yang terpisah. Teori sistem ini, merupakan penggabungan dari dua perspektif di atas. Artinya, ia memandang proses komunikasi itu bukan semata suatu peristiwa yang terpisah komponen-komponennya, melainkan sebuah proses yang terintegrasi. Artinya, suatu peristiwa komunikasi itu senantiasa melibatkan komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Kemudian teori ini juga berusaha memahami realitas yang dibentuk dan tidak memihak.

Ø  Perspektif Aubrey Fisher

1.       Perspektif Mekanistis
Pada dasarnya perbedaan antara perspektif yang satu dengan yang lain yang dibuat oleh Fisher terletak pada konseptualisasi komunikasi. Perspektif mekanistis yang berkembang sebagai pengaruh fisika, mengkonseptualisasi komunikasi sebagai proses yang mekanistis antara manusia. Sebagai proses mekanistis maka dalam komunikasi terdapat sesuatu (pesan) mengalir melintasi ruang dan waktu dari suatu titik (sumber/penerima) kepada titik yang lain (sumber/penerima) secara simultan. Eksistensi empiris (lokusnya) terletak pada saluran. Fisher menggambarkannya sebagai ban berjalan.
Komponen-komponen dalam mekanisme ini sangat jelas, yaitu sumber/penerima, saluran, dan pesan/umpan balik/ efek. Dalam perspektif mekanistik doktrin yang digunakan adalah berdasarkan cara berfikir sebab-akibat, maka titk berat kajian pada efek. Doktrin mekanistis juga mengajarkan bahwa selain efek itu bisa diramalkan juga bisa diciptakan (direkayasa), dengan menghilangkan kendala atau rintangan yang mungkin terjadi melalui suatu perencanaan pada awal. Hal ini merupakan idealisme mekanistis dari proses, yag menggambarkan suatu urutan temporer dari suatu peristiwa dalam sistem yang tertutup.

v Pengkategorian
Perspektif Mekanistik dalam Perspektif Fisher termaksud dalam kategori Positive. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa Dalam perspektif mekanistik doktrin yang digunakan adalah berdasarkan cara berfikir sebab-akibat, maka titk berat kajian pada efek. Doktrin mekanistis juga mengajarkan bahwa selain efek itu bisa diramalkan juga bisa diciptakan (direkayasa), dengan menghilangkan kendala atau rintangan yang mungkin terjadi melalui suatu perencanaan pada awal. Hal ini merupakan idealisme mekanistis dari proses, yag menggambarkan suatu urutan temporer dari suatu peristiwa dalam sistem yang tertutup.

2.       Perspektif Psikologis
Banyak penelitian komunikasi dalam tradisi empiris ilmu sosial kontemporer telah meminjam secara besar-besaran dari psikologi. Peminjaman yang dilakukan komunikasi dari psikologi bersifat agak dangkal dan sporadis. Ini tidak berarti bahwa studi komunikasi dari perspektif psikologi lalu bersikap dangkal. Perspektif psikologis itu merupakan tambahan pada perspektif mekanistis, akan tetapi dalam melengkapi mekanisme, para pengikut perspektif psikologis cenderung menghindari banyak keterbatasan teoritis dari perspektif yang terdahulu.
Dalam perspektif psikologis, komunikasi dikonseptualisasi atau dipahami sebagai proses dan mekanisme internal penerimaan dan pengolahan informasi pada diri manusia. Eksistensi empiris dari perspektif ini tentu saja terletak pada diri manusia (bukan pada saluran sebagaimana dalam model mekanistis), yaitu pada “kepala” individu yang dinamakan filter konseptual (seperti sikap, persepsi, keyakinan, dan keinginan). Iulah sebabnya komponennya bukan lagi sumber/penerima, saluran, pesan/umpan balik/efek, melainkan stimulus dan respons, dengan fokus kajian pada individu.


v Pengkategorian
Perspektif Psikologi dalam Perspektif Fisher termaksud dalam kategori Post-Positive. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa banyak penelitian komunikasi dalam tradisi empiris ilmu sosial kontemporer telah meminjam secara besar-besaran dari psikologi. Peminjaman yang dilakukan komunikasi dari psikologi bersifat agak dangkal dan sporadis. Ini tidak berarti bahwa studi komunikasi dari perspektif psikologi lalu bersikap dangkal. Perspektif psikologis itu merupakan tambahan pada perspektif mekanistis, akan tetapi dalam melengkapi mekanisme, para pengikut perspektif psikologis cenderung menghindari banyak keterbatasan teoritis dari perspektif yang terdahulu.

3.       Perspektif Interaksional
Perspektif interaksional berbeda dengan dua perspektif sebelumnya yang telah lebih dahulu dikemukakan oleh Fisher. Dalam perspektif interaksional komunikasi dikonseptualisasi sebagai interaksi manusiawi pada masing-masing individu. Eksistensi empirisnya (fokusnya) berada pada pengambilan peran individu, sehingga komponennya berlainan sama sekali dari dua model terdahulu, yaitu peran, orientasi, kesearahan, konteks kulturan dan adaptasi.
Titik berat pengkajian dari paradigma atau perspektif ini adalah tindakan, khususnya tindakan social atau tindakan bersama. Pada waktu individu berperilaku dalam tindakan sosial, ia mengembangkan definisi tentang diri. Hal ini bisa dipahami karena perspektif ini yang biasa juga disebut sebagai komunikasi dialogis berkembang secara tidak langsung dari cabang sosiologi, yang dikenal sebagai interaksi simbolis. Penelitian yang berkembang dari model ini adalah mengenai pengungkapan diri, persuasi, dan lain-lain. Metodologi jelas bukan eksperimental, melainkan lebih condong pada enomenologis, analisis kontekstual dengan menggunakan data kualitatif. Baik teori maupun metodologi dari aliaran ini masih sedang bertumbuh dan merupakan revolusi yang belum selesai.

v Pengkategorian
Perspektif Interaksional dalam Perspektif Fisher termaksud dalam kategori Konstruktivis. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa dalam perspektif interaksional komunikasi dikonseptualisasi sebagai interaksi manusiawi pada masing-masing individu. Eksistensi empirisnya (fokusnya) berada pada pengambilan peran individu, sehingga komponennya berlainan sama sekali dari dua model terdahulu, yaitu peran, orientasi, kesearahan, konteks kulturan dan adaptasi.

4.       Perspektif Pragmatis
Perspektif pragmatif merupakan perspektif yang paling baru di antara semua perspektif yang ada, dengan menerapkan teori sistem sosial dan teori informasi dalam komunikasi. Dalam perspektif ini, komunikasi dipahami sebagai sistem perilaku. Eksistensi empirisnya berada pada perilaku yang berurutan, sehingga komponennya meliputi pola, interaksi, sistem, struktur, dan fungsi. Fokus pengkajiannya sendiri adalah pada perilaku interaktif.
Perspektif pragmatis komunikasi manusia adalah yang paling berbeda dalam arti asal-mula filosofinya dan asumsi fundamental yang melandasinya. Tampaknya, pada prinsipnya, ia merupakan alternatif bagi perspektif makanistik dan psikologis, dengan fokusnya pada urutan perilaku yang sedang berlangsung  dalam ruang lingkup filosofi dan metodologis teori sistem umum dan teori informasi. Penekanannya pada urutan interaksi yang sedang berjalan, yang membatasi dan mendefinisiskan sistem sosial, merupakan pemindahan dari penekanan perspektif interaksional pada pengambilan peran yang internalkan.
Yang fundamental bagi setiap studi komunikasi manusia yang serius dalam perspektif pragmatis adalah daftar kategori yang menyatakan fungsi yang dilakukan oleh komunikasi manusia dan yang memungkinkan tindakan komunikatif untuk diulang kembali pada saat yang berlainan. Penelitian pragmatis dalam komunikais manusia mencerminkan pertumbuhan yang pesat dari sistem kategori untuk menganalisa fungsi komunikatif dan lebih mencerminkan perhatian yang khusus dan unik dari setiap peneliti daripada sekedar suatu pengkajian paradigmatis yang jelas tegas tentang fenomena komunikatif yang dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat ilmiah.
Untuk mengkonseptualisasikan komunikasi dari perspektif pragmatis sama saja dengan memperbaharui secara drastis pola pikiran yang semula tentang komunikasi. Sebagai contoh, mengkonseptualisasikan komunikasi sebagai ”melakukan” sesuatu seperti, mengirimkan atau menerima pesan, mengekspresikan sikap, atau melihat objek, telah agak dikenal dan konsisten dengan cara kita berfikir yang konvensional tentang proses komunikasi. Akan tetapi untuk mengkonseptualisasikan komunikasi sebagai suatu tindakan ”partisipasi” atau ”memasuki” suatu sistem komunikasi ataupun hubungan memerlukan ”goncangan” pada cara berfikir kita yang tradisional. Meskipun demikian, kemampuan untuk mengenal cara kita berfikir dan menggunakan berbagai perspetif merupakan suatu tanda seorang yang terpelajar, dan kemapuan untuk mengkonseptualisasikan, termaksud kemapuan untuk merekonseptualisasikan, adalah isyarat adanya pemahaman yang meningkat.



v Pengkategorian
Perspektif Pragmatis dalam Perspektif Fisher termaksud dalam kategori Positive. Mengapa demikian, karena dalam teori tersebut mengatakan bahwa dalam perspektif ini, komunikasi dipahami sebagai sistem perilaku. Eksistensi empirisnya berada pada perilaku yang berurutan, sehingga komponennya meliputi pola, interaksi, sistem, struktur, dan fungsi. Fokus pengkajiannya sendiri adalah pada perilaku interaktif.