KONSEP DIRI

Bagaimana bisa terjadi, kita menjadi  subjek dan objek persepsi sekaligus? Menurut Charles Horton Cooley, kita melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain; dalam benak kita. Cooley menyebut gejala ini looking – glassself (diri cermin; seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain; kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin. Misalnya, kita merasa wajah kita jelek. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Kita pikir mereka mengganggap kita tidak menarik. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa; orang mungkin merasa sedih atau malu (Vander Zanden, 1975 : 79).
            Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Ini di sebut konsep diri. Walapun konsep diri merupakan tema utama psikologi Humanistik yang muncul belakangan ini, pembicaraan tentang konsep diri dapat dilacak sampai William James. James membedakan antara “The I”, diri yang sadar dan aktif, dan “The Me”, diri yang menjadi objek renungan kita.
            Lalu, apa yang disebut konsep diri? William d. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our inteaction with others” (1974:40). Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian anda tentang diri anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri yaitu konsep kognitif dan komponen afektif.

Faktor – faktor yang mempengaruhi konsep diri
Orang lain
            Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita.
            Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat dengan diri kita. George Herbert Mead (1934) menyebut mereka significant others – orang lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W.J.Humber (1996:105) menamainya affective others – orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Senyuman, ujian, penghargaan, pelukan mereka, menyebabkan kita menilai diri kita secara cemoohan, dan hardikan, membuat kita memandang diri kita secara negatif.
            Dalam perkembangan, significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional. Orang-orang ini boleh menjadi hidup atau sudah mati. Anda mungkin memasukan di situ idola anda – bintang film, pahlawan kemerdekaan, tokoh sejarah atau orang yang anda cintai diam-diam.
            Pandangan diri anda tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap anda disebut generalized others. Konsep ini juga berasal dari George Hebert Mead. Memandang diri kita seperti orang-orang lain memandanganya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Bila saya seorang ibu, bagaimanakah ibu memandang saya. Jika saya seorang guru, bagaimana guru memandang saya. Mengambil peran ibu, sebagai ayah, atau sebagai generalized others disebut role taking. Role taking amat penting artinya dalam pembentukan konsep diri.

Kelompok Rujukan (Reference Group)
            Dalam pergaulan bermasyarakat, kita pasti menjadi anggota berbagai kelompok seperti RT, Persatuan Bulutangkis, Ikatan Sarjana Komunikasi. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita, ini disebut kelompok rujukan.
            Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan cirri-ciri kelompoknya. Contoh kalau anda memilih kelompok rujukan anda Ikatan Dokter Indonesia, anda menjadikan norma-norma dalam ikatan ini sebagai ukuran perilaku anda. Anda juga merasa diri sebagai bagian dari kelompok ini, lengkap dengan seluruh sifat-sifat dokter menurut persepsi anda.

Pengaruh konsep diri pada komunikasi interpersonal
Nubuat yang dipenuhi sendiri
Konsep diri merupakan factor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Contoh bila seorang mahasiswa menggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha mengahdiri kuliah secara teratur, membuat cataan yang baik, mempelajarikuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
            Kecendrungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri di sebut sebagai nubuat yang dipenuhi sendiri. Cila anda berpikir anda adalah orang bodoh, anda akan benar-benar menjadi orang bodoh. Bila anda merasa memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan, maka persoalan apapun yang anda hadapi pada akhirnya dapat anda atasi. Anda berusaha hidup sesuai dengan label yang anda lekatkan pada diri anda. Hubungan konsep diri dengan perilaku, mungkin dapat disimpilkan dengan ucapan para penganjur berpikir positif : You don’t think what you are, you are what you think.
            Sukses komunikasi interpersonal banyak tergantung pada kualitas kosep diri anda; positif atau negatif. Sebagai peminat komunikasi, sebaiknya kita mampu mengidentifikasi tanda-tanda konsep diri yang positif dan negatif.
            Menurut William D. brooks dan Philip Emmert (1976:42-43), ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif:
  1. Ia peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya, dan mudah marah atau naik pitam. Bagi orang ini, koreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam komunikasi, orang yang memiliki konsep negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru.
  2. Respon sekali terhadap pujian. Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyaikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Buat orang-orang seperti ini, segala macam embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya.
  3. Sikap Hiperkritis. Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, mereka pun bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Ia selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
  4. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan. Karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Ia tidak pernah mempersalahkan dirinya, tetapi akan menggangap dirinya sebagai korban dari system social yang tidak beres.
  5. Bersikap pesimis. Selalu bersikap pesimis seperti  terungkap dalam keengganannya untuk bersaingdengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia mengganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal :
  1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah;
  2. Ia merasa setara dengan orang lain;
  3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu;
  4. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat;
  5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Kita agak banyak membicarakan konsep diri yang positif, karena dari konsep diri positiflah lahir pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan kita dengan cermat pula. Komunikan yang berkonsep diri positif adalah orang yang menurut istilah Sidney M. Jourard – “tembus pandang” (transparent), terbuka kepada orang lain. (Jourard, 1971).

Membuka Diri
            Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat pada kenyataan. Bila knsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensive, dan lebih cermat memandang diri kita dan orang lain.
            Hubungan antara konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan dengan Johari Window. Dalam johari Window diungkapkan tingkat keterbukaan dan tingkat kesadaran tentang diri kita.

Percaya Diri (Self Confidence)
Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negative timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ia takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkannya. Dalam diskusi, ia akan lebih banyak diam. Dalam pidato, ia berbicara terpatah-patah
Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja. Bila kemudian ia terpaksa berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan, sebab berbicara yang relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain, dan ia akan dituntut berbicara lagi.
Tapi tidak semua aprehensif komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri; tetapi diantara berbagai factor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Dalam komunikasi, kita masih dapat menggunakan nasihat tokoh Psikosibernetik yang popular, Maxwell Maltz, “Believe in yourself and you’ll succed.” Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu. (Maltz, 1970:55)

Selektivitas
            “konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa anda bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat, “ tulis Anita Taylor et al. (1977:112). Dengan singkat, konsep diri menyebabkan terpaan selektif (selective exposure), persepsi selektif (selective perception), dan ingatan selektif (selective attention).
            Bila anda merasa diri sebagai Muslim yang baik, anda akan banyak menhadiri pengajian, atau membeli buku-buku agama. Bila anda merasa sebagai pemeluk katholik yang taat, tentu anda akan rajin ke gereja, mendengarkan khortbah keagamaan, dan membeli buku-buku katholik. Inilah Terpaan Selektif. Kita dapat mengatakan juga bahwa pembaca Kompas memiliki citra diri yang lain dengan pembaca Pos Kota.
            Kalau konsep diri anda negative, anda cenderung mempersepsi hanya reaksi-reaksi yang negative pada diri anda. Bila anda merasa diri sebagai orang bodoh, anda tidak akan memperhatikan penghargaan orang pada karya-karya anda. Sebaliknya, anda memperbesar kritik orang pada anda. Ini pengaruh konsep diri pada Persepsi Selektif.
            Tetapi konsep diri bkan sekedar mempengaruhi persepsi; ia juga mempengaruhi yang kita ingat. Ada orang yang dapat mengingat dengan cermat puisi – puisi Shakespeare, Goethe, Pope, Iqbal, tetapi tidak ingat pada pencipta lagu “Padamu Negeri”. Ini mencerminkan Ingatan Selektif karena perbedaan konsep diri.
            Kita ingin menambahkan satu lagi : penyandian Selektif (Selective Encoding). Penyandian adalah proses penyusunan lambing-lambang sebagai terjemahan dari apa yang ada dalam pikiran kita. Contoh jika kita merasa diri sebagai seorang bangsawan, kita akan memilih kata-kata tertentu dan menghindari kata-kata yang lain. Kita akan menggunkan gerakan tangan, ungkapan wajah, atau posisi tubuh yang sesuai dengan martabat kita sebagai bangsawan. Untuk melengkapi contoh, anda dapat mengganti kata “bangsawan” dalam kalimat diatas dengan “dosen”, “pegawai negeri”, “mahasiswa teladan”, “tukang cukur”, “pejuang keadilan”, dan lain-lain. Masing-masing kita menyusun pesan sesuai dengan konsep diri kita.

No comments:

Post a Comment